Detail Novel
Judul: Ayat Ayat Cinta
ISBN: 979-3604-02-6
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika
Terbit: Desember 2004
Isi: 419 halaman
Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman yang ditulis oleh
seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama
Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan
sekarang sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti
novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui
sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel
ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta
yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan
sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang
ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula
muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang
berbeda latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia
yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi
adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir.
Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu
dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).
Mein Neim Ist Aisha
——————————
Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah
Shiddiq, sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq
yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi
(belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman
Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir.
kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan
riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini
sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu, setiap hari
Ahad/Minggu dan Rabu. Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau
suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena baginya itu
merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada
Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk
salah seorang yang beruntung.
Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak
mau dia harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian
ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga
seorang Muslim. Merteka bewrcerita tentang banyak hal, termasuk tentang
kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga
orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu
laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah
seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah. Biasanya orang Mesir
akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak
mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian
mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat,
ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang
perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya dipersilahkan Fahri
untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa didudukinya,
memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas
pwerlakuan orang-orang Mesir lainnya. Disinilah awal perdebatan itu
terjadi. Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa
tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan
berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis, dan ia pun hanya bisa
menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakn perdebatan itu dengan
menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat
Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil. Lalu ia
mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar
itu benar, dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun
apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali mrah dan meminta Fahri
untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim karena juz Amma saja
belumtentu ia hafal. Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang
juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah
mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Utsman
yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada
fahri. Fahri kemudian menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya
bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu
ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi
orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Mereka pun
mengucapkan terima kasih pada fahri karena sudah megingatkan mereka.
Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan
penjelasan tentang apa yang terjadi dari si perempuan bercadar dengan
bahasa Inggris yang fasih.Kemudian Alicia berterima kasih dan
menyerahkan kartu namanya pada Fahri. Tak berapa lama kemudian metro
berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum
turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya
tadi. Akhirnya mereka pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah
orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia
bernama Aisha.
———————————————
Di Mesir, Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga
berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri
sudah tujuh tahun hidup di Mesir. Mereka tinggal di sebuah apartemen
sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat
tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati
oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga
mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed, dan dua
orang anak mereka – Maria dan Yousef. Walau keyakinan dan aqidah mereka
berbeda, namun antara keluarga Fahri (Fahri dkk) dan keluarga Boutros
terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan
apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup
berdampingan dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab
dengan Fahri terutama Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis
dan baik budi pekertinya. Kendati demikian, Fahri menyebutnya sebagai
gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang non-muslim ia
mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik yang belum
tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal surat Al-Maidah dan
surah Maryam. Fahri juga baru mengetahuinya ketika mereka secara tak
sengaja bertemu di metro. Seluruh anggota keluarga Boutros sangat baik
kepada Fahri dkk. Bahkan ketika Fahri jatuh sakit pun keluarga ini
jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatnya selain
keempat orang teman Fahri. Apalagi Maria, dia sangat memperhatikan
kesehatan Fahri. Keluarga ini juga tidak segan-segan mengajak Fahri dkk
untuk makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil,kebanggaan kota
Mesir, sebagai balasan atas kado yang mereka berikan. Pada waktu itu
Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya Fahri dkk memberikan
kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena bagi
Fahri menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya. Setelah makan
malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed
meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah
mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros melangkah ke
lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria pun
memberanikan diri mengajak Fahri untuk berdansa, namun Fahri menolaknya
dengan alasan Maria bukan mahramnya kemudian menjelaskannya dengan lebih
detail. Begitulah Fahri, ia selalu berusaha untuk menjunjung tinggi
ajaran agama yang dianutnya dan selalu menerapkannya dalm kehidupan
sehari-hari.
Si Muka Dingin Bahadur dan Noura yang Malang
———————————————————————-
Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, Fahri juga mempunyai
tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat
dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang
terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai
kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri
bungsunya Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona,
Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya
dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hali inilah ang
membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya
tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak
yang keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi
sasaran kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak
menyukai Noura mengambil kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki
dirinya. Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis dimana Bahadur
menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan.
Hal ini sudah sering terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada
satu orang pun yang berani menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur
juga dikenal amat kejam. Akhirnya, karena sudah tak tahan lagi melihat
penderitaan Noura, Fahri pun meminta bantuan Maria melaui sms untuk
menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya
terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah Fahri memohon agar Maria
mau menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya
luluh juga. Jadilah malam itu Noura menginap di rumah keluarga Boutros.
Malam ini jualah yang akhirnya menghantarkan Fahri ke dalam penderitaan
yang amat sangat dan juga membuatnya hampir kehilangan kesempatan untuk
hidup di dunia fana ini.
Be the first to like this page.